Satu Kalimat Untuk Perubahan

Tuesday, September 9, 2014

Bangun Dari Mimpi - Sebuah Cerpen Satu Malam

 Hmm.. bingung mau menulis apa lagi. Maka pada kesempatan ini Saya akan membagikan sebuah cerpen karya Saya sendiri yang Saya buat untuk memenuhi tugas dari Guru Bahasa Indonesia yang memintaku (semua muridnya sih) untuk membuat cerpen. Karena kemampuan mengarangku yang buruk. Alhasil cerpen yanga Saya buat jadi amburadul dan nggak karuan, haha. Tapi tidak apalah, yang penting sudah memenuhi tugas dari Guru. Ciee rajin.
Judul cerpen ini sebenernya tidak terlalu merujuk pada inti ceritanya. Namun, judul ini Saya pilih karena cerpen dalam pembuatannya sampai Saya tertidur. Setelah terbangun Saya melanjutkan cerpen ini, dan mungkin endingnya akan tidak menarik dan aneh karena Saya baru bangun tidur. Selesai menulis, langsung Saya postingkan disini. Dan kata Sebuah Cerpen Semalam itu berasal dari proses pembuatannya yang Saya buat sekarang. Ya, malam ini. Satu malam...

 Bangun Dari Mimpi

Oleh : Juli Ardi Wijaya

Duduk menatap layar penuh tulisan, jari-jemarinya lincah mengetikan setiap baris perintah-perintah yang tidak dimengerti orang awam disekitarnya. Sudah dua tahun ini Dia menjalani kesuksesannya sebagai programmer hebat yang selalu dicari-cari perusahaan perangkat lunak. Hal yang dulu hanya menjadi khayalan dan lamunannya. Tak terbayangkan olehnya sekarang Ia sampai disini, beribu syukur selalalu Ia ucapkan. Ribuan halangan yang pernah singgah dalam hari-harinya kini telah terhapus oleh sukses karirnya. Bagai perjuangan seekor lebah, berjuang menyusuri hutan mencari bunga mekar. Berbagai rintangan dihadapi demi mengumpulkan setetes madu yang memaniskan hidupnya. Ia tersadar, kembali dari lamunannya dan meneruskan pekerjaannya.
Ozan, begitu orang memanggilnya. Anak yang paling aktif dikelasnya, menjadi primadona dikelasnya. Dia dikenal oleh guru-guru disekolahnya, karena prestasi dan sifatnya yang aktif mengikuti kegiatan sekolah. Dia merupakan anak yang cerdas, sangat berbakat dalam dunia IT yang Ia sukai. Ia lahir dari keluarga sederhana, Ibunya seorang pekerja serabutan yang tak tentu pendapatannya. Sedangkan Ayahnya telah meninggal saat ia berada dibangku sekolah dasar. Besar tanpa seorang Ayah membuatnya mengerti akan beban keluarga dan tanggungjawab Ibunya. Ia anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya perempuan dan sudah menikah, namun ekonomi mereka juga tidak mencukupi. Adiknya masih berada disekolah dasar. Wahyu, adalah adik yang baik dan mengerti keadaan keluarganya. Wahyu tidak pernah meminta hal yang aneh-aneh karena sadar ekonomi keluarganya sangat kekurangan.
Ozan adalah sosok yang sangat disayangi Ibunya, begitu juga dengan Kaka dan Adiknya. Mereka menyayangi Ozan dan memperjuangkan masa depannya karena Ozan merupakan harapan bagi mereka untuk bisa memperbaiki kehidupan Mereka.
Ozan sekarang bersekolah disebuah sekolah menengah kejuruan dan mengambil program study Teknik Komputer dan Jaringan, namun Ia lebih menyukai pemrogramman sebagai hobinya. Ia sangat ingin bisa menjadi seorang programmer yang handal dan profesional, makanya Ia sangat serius belajar.
Tahun ketiga Ia bersekolah, Ia akan menghadapi ujian nasional sebagai tes akhir untuk menentukan apakah Ia akan lulus atau tidak. Setelah lulus Ia berharap bisa melanjutkan belajarnya keperguruan tinggi. Mimpi yang sangat besar baginya, mengingat Ia adalah anak dari orang yang tidak punya. Jangankan mimpi untuk kuliah, sehari makan dua kali saja suah menjadi berkah yang sangat besar bagi mereka. Namun Ozan tetap berkeinginan keras untuk bisa melanjutkan belajarnya keperguruan tinggi, meskipun ujian nasional saja belum Ia lewati. Keinginannya sungguh besar, Ia sangat sungguh-sungguh dalam menyiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional lusa. Dengan harapan mendapatkan nilai terbaik yang akan mengantarkan dirinya pada mimpi dan cita-citanya yang sangat ia harapkan.
Satu dua minggu terlewati, hari-hari penentuan akan segera tiba. Pengumuman yang dinanti-nanti oleh seluruh siswa seklolah menengah kejuruan ini. Dag-dig-dug rasa yang dialami Ozan, atau mungkin saja oleh semua siswa. Orangtuanya barangkali ikut merasakan ketegangan yang sama dengan anaknya. Hingga saat yang ditunggu-tunggu datang, Orangtua Ozan menerima surat pernyataan lulus atau tidaknya Ozan. Dengan penuh rasa penasaran akan hasil yang diperoleh anaknya, Ia membuka dengan perlahan surat tersebut. Dibacanya surat tersebut langsung dibagian tengah yang menunjukan dua kata yang dicoret. “LULUS/TIDAK LULUS” Betapa bahagianya Ia melihat hasil yang membahagiakan setelah perjuangannya belajar selama tiga tahun. Kebahagiaan itu dirasakan oleh semua keluarganya. Kakak dan Adiknya ikut gembira karena Ozan bisa menyelesaikan belajarnya dengan hasil yang baik. Dalam benak Ozan, ini adalah satu modal besar untuk Ku agar Aku bisa melanjutkan keperguruan tinggi.
Ozan masih memiliki semangat itu, semangat untuk tetap belajar. Semangat yang akan merubah kehidupannya kedepan. Meskipun satu hal membuatnya patah semangat untuk mendaftar diperguruan tinggi. Yah, keuangan adalah faktor utama yang menjadi kendalanya.
Dengan langkah gontai Ia melewati gang sempit didepan rumahnya, Mukanya lesu tanda tak bergairah. Wajahnya penuh kekecewaan dan bibirnya yang terbiasa tersenyum lebar, kini terlipat dengan segala kesukaran yang ada didalam kepalanya. Hasratnya seolah telah sirna, seolah hidupnya telah berakhir hari ini. Tak ada lagi semangat seperti dulu, kemana semangat itu pergi? Dimana Ozan yang dulu ceria dan penuh semangat?
Dengan berat hati, Ia harus menerima keadaan bahwa Ia tidak bisa merasakan rasanya belajar diperguruan tinggi. Mimpinya telah sirna, harapannya telah hancur. Uang! Ia sangat kesal dengan kata itu, kenapa harus tidak ada uang? Padahal Aku sangat membutuhkannya. Kenapa harus dengan uang? Satu hal yang tidak Aku punya. Kenapa tidak dengan ilmu? Gumamnya dalam hati meratapi keadaan ekonomi keluarganya yang memaksanya tidak bisa melanjutkan belajarnya keperguruan tinggi. Dengan berat hati, Ia terima semua ini.
Mendengar keponakannya lulus, Mas Ridwan segera menghubungi Ozan. Mas Ridwan tahu kalau Ozan adalah anak yang cerdas dan tidak malas. Dia akan mengajak Ozan ke Jakarta untuk bekerja disana. Mas Ridwan adalah pamannya yang bekerja di Jakarta sebagai teknisi disebuah tempat servis komputer. Karena Ozan juga mengambil jurusan yang sama, maka Ozan diajak untuk ikut bekerja ditempat tersebut. Ozan menerima tawaran tersebut dan dengan sedikit semangat baru, Ia berangkat ke Jakarta bersama Mas Ridwan.
Ia sangat menyukai pekerjaannya tersebut. Ia bagaikan bermain dengan hobinya yang selalu ingin didekat komputer. Jiwanya memang telah melekat dengan perangkat elektronik tersebut sejak Ia masuk ke SMK tempat Ia sekolah dulu. Ia bekerja dengan baik dan tekun, Ia tidak pernah telat dan selalu bekerja dengan baik. Ia menjalani hari-harinya sebagai teknisi komputer. Hal itu sedikit-banyak telah mengurangu rasa kecewanya karena tidak bisa melanjutkan sekolahnya kepergurua tinggi.
Pak Harjo melihat keuletan Ozan, Ia sangat kagum dengan caranya bekerja. Hampir tidak ada wajah lelah apalagi malas dalam raut mukanya.Ozan bekerja dengan semangat dan rasa kesenangannya terhadap komputer. Hal itu membuta Pak Harjo ingin mengembangkan kemampuannya, Ia sangat menyayangkan jika anak secerdas Ozan tidak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya yang luar biasa. Pak Harjo terus mempertimbangkan keinginannya untuk memberikan kesempatan kepada Ozan untuk berkuliah secara gratis namun Ia masih harus bekerja ditoko Pak Harjo pada saat tidak ada jam kuliah. Pak Harjo melakukan ini karena pertimbangan yang ia lakukan, daripada uang kerjanya habis hanya untuk makan dan minum saja, tapi untuk mengembangkan bakat yang Ia miliki untuk memperbaiki derajat keluarganya. Setelah berbincang-bincang dengan Ozan, Pak Harjo akhirnya memutuskan akan membiayai kuliah Ozan hingga Ia lulus. Ozan sangat senang mendengarnya, cita-citanya untuk masuk perguruan tinggi akan segera terjuwud. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, Ia belajar dengan giat dan sesekali Ia bekerja ditoko  Pak Harjo sebagai ucapan terimakasih atas kebaikan beliau yang memu membiayai kuliahnya. Ozan sangat senang dalam hatinya, ia tak menyangka kalau mimpinya telah terwujud saat itu juga. Pilihannya untuk bekerja di Jakarta merupakan jalan baginya dalam mencapai cita-citanya.
Pilihannya dulu untuk bekerja justru mengantarkannya kepada cita-cita tingginya yang akhirnya tercapai. Selama kuliah Ozan selalu mendapat nilai  yang baik, prestasinya tak terhitung disana. Dengan perasaan gembira, Ozan selalu mengingat Ibunya. Yang telah menyiapkan segalanya hingga Ia sebesar ini, Ayahnya disana pasti menyayanginya juga.
Selama tida tahun ini, Ozan sibuk dengan kuliahnya.Keunggulannya dikelas membuatnya dikenal banyak orang. Bahkan sebelum Ia menamatkan kuliahnya dengan wisuda, sudah ada oerusahaan yang ingin mengontraknya.
Citra seorang Ozan sudah terdengar diseluruh penjuru Kota Jakarta. Bahkan sempat Ia didatangi perusahaan asing yang ingin menyewa Ozan untuk menyelesaikan proyek. Begitu Ozan meraih kesuksesan yang tiada bandin.

Setelah menamatkan kuliahnya, Ia kemudian bekerja pada perusahaan yang telah mengontraknya jauh sebelum Ia mendapat gelar sarjana. Kini semuanya telah tersedia, masa depan keluarganya alebih cerah. Lebih baik dari sebelumnya, perjuangan dan semangat yang Ozan miliki mampu membawanya kepada kesuksesan. 

--Cerpen ini dibuat untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia.--
Share:

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan baik dan sesuai dengan artikel. Komentar yang dianggap spam akan dihapus. Terimakasih telah bersedia membaca artikel disini.

Sample Text

Copyright © ManiakError | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com