Hmm.. bingung mau menulis apa lagi. Maka pada kesempatan ini Saya akan membagikan sebuah cerpen karya Saya sendiri yang Saya buat untuk memenuhi tugas dari Guru Bahasa Indonesia yang memintaku (semua muridnya sih) untuk membuat cerpen. Karena kemampuan mengarangku yang buruk. Alhasil cerpen yanga Saya buat jadi amburadul dan nggak karuan, haha. Tapi tidak apalah, yang penting sudah memenuhi tugas dari Guru. Ciee rajin.
Judul cerpen ini sebenernya tidak terlalu merujuk pada inti ceritanya. Namun, judul ini Saya pilih karena cerpen dalam pembuatannya sampai Saya tertidur. Setelah terbangun Saya melanjutkan cerpen ini, dan mungkin endingnya akan tidak menarik dan aneh karena Saya baru bangun tidur. Selesai menulis, langsung Saya postingkan disini. Dan kata Sebuah Cerpen Semalam itu berasal dari proses pembuatannya yang Saya buat sekarang. Ya, malam ini. Satu malam...
Bangun Dari Mimpi
Oleh : Juli Ardi Wijaya
Duduk menatap layar penuh tulisan,
jari-jemarinya lincah mengetikan setiap baris perintah-perintah yang tidak
dimengerti orang awam disekitarnya. Sudah dua tahun ini Dia menjalani
kesuksesannya sebagai programmer hebat yang selalu dicari-cari perusahaan
perangkat lunak. Hal yang dulu hanya menjadi khayalan dan lamunannya. Tak terbayangkan
olehnya sekarang Ia sampai disini, beribu syukur selalalu Ia ucapkan. Ribuan
halangan yang pernah singgah dalam hari-harinya kini telah terhapus oleh sukses
karirnya. Bagai perjuangan seekor lebah, berjuang menyusuri hutan mencari bunga
mekar. Berbagai rintangan dihadapi demi mengumpulkan setetes madu yang
memaniskan hidupnya. Ia tersadar, kembali dari lamunannya dan meneruskan
pekerjaannya.
Ozan, begitu orang
memanggilnya. Anak yang paling aktif dikelasnya, menjadi primadona dikelasnya.
Dia dikenal oleh guru-guru disekolahnya, karena prestasi dan sifatnya yang
aktif mengikuti kegiatan sekolah. Dia merupakan anak yang cerdas, sangat
berbakat dalam dunia IT yang Ia
sukai. Ia lahir dari keluarga sederhana, Ibunya seorang pekerja serabutan yang
tak tentu pendapatannya. Sedangkan Ayahnya telah meninggal saat ia berada
dibangku sekolah dasar. Besar tanpa seorang Ayah membuatnya mengerti akan beban
keluarga dan tanggungjawab Ibunya. Ia anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya
perempuan dan sudah menikah, namun ekonomi mereka juga tidak mencukupi. Adiknya
masih berada disekolah dasar. Wahyu, adalah adik yang baik dan mengerti keadaan
keluarganya. Wahyu tidak pernah meminta hal yang aneh-aneh karena sadar ekonomi
keluarganya sangat kekurangan.
Ozan adalah sosok
yang sangat disayangi Ibunya, begitu juga dengan Kaka dan Adiknya. Mereka
menyayangi Ozan dan memperjuangkan masa depannya karena Ozan merupakan harapan
bagi mereka untuk bisa memperbaiki kehidupan Mereka.
Ozan sekarang
bersekolah disebuah sekolah menengah kejuruan dan mengambil program study
Teknik Komputer dan Jaringan, namun Ia lebih menyukai pemrogramman sebagai
hobinya. Ia sangat ingin bisa menjadi seorang programmer yang handal dan profesional, makanya Ia sangat serius
belajar.
Tahun ketiga Ia
bersekolah, Ia akan menghadapi ujian nasional sebagai tes akhir untuk
menentukan apakah Ia akan lulus atau tidak. Setelah lulus Ia berharap bisa
melanjutkan belajarnya keperguruan tinggi. Mimpi yang sangat besar baginya,
mengingat Ia adalah anak dari orang yang tidak punya. Jangankan mimpi untuk
kuliah, sehari makan dua kali saja suah menjadi berkah yang sangat besar bagi
mereka. Namun Ozan tetap berkeinginan keras untuk bisa melanjutkan belajarnya
keperguruan tinggi, meskipun ujian nasional saja belum Ia lewati. Keinginannya
sungguh besar, Ia sangat sungguh-sungguh dalam menyiapkan diri untuk menghadapi
ujian nasional lusa. Dengan harapan mendapatkan nilai terbaik yang akan
mengantarkan dirinya pada mimpi dan cita-citanya yang sangat ia harapkan.
Satu dua minggu
terlewati, hari-hari penentuan akan segera tiba. Pengumuman yang dinanti-nanti
oleh seluruh siswa seklolah menengah kejuruan ini. Dag-dig-dug rasa yang dialami Ozan, atau mungkin saja oleh semua
siswa. Orangtuanya barangkali ikut merasakan ketegangan yang sama dengan
anaknya. Hingga saat yang ditunggu-tunggu datang, Orangtua Ozan menerima surat
pernyataan lulus atau tidaknya Ozan. Dengan penuh rasa penasaran akan hasil
yang diperoleh anaknya, Ia membuka dengan perlahan surat tersebut. Dibacanya surat
tersebut langsung dibagian tengah yang menunjukan dua kata yang dicoret. “LULUS/TIDAK
LULUS” Betapa bahagianya Ia melihat hasil yang membahagiakan setelah
perjuangannya belajar selama tiga tahun. Kebahagiaan itu dirasakan oleh semua
keluarganya. Kakak dan Adiknya ikut gembira karena Ozan bisa menyelesaikan
belajarnya dengan hasil yang baik. Dalam benak Ozan, ini adalah satu modal
besar untuk Ku agar Aku bisa melanjutkan keperguruan tinggi.
Ozan masih memiliki
semangat itu, semangat untuk tetap belajar. Semangat yang akan merubah
kehidupannya kedepan. Meskipun satu hal membuatnya patah semangat untuk
mendaftar diperguruan tinggi. Yah, keuangan adalah faktor utama yang menjadi
kendalanya.
Dengan langkah gontai
Ia melewati gang sempit didepan rumahnya, Mukanya lesu tanda tak bergairah.
Wajahnya penuh kekecewaan dan bibirnya yang terbiasa tersenyum lebar, kini
terlipat dengan segala kesukaran yang ada didalam kepalanya. Hasratnya seolah
telah sirna, seolah hidupnya telah berakhir hari ini. Tak ada lagi semangat
seperti dulu, kemana semangat itu pergi? Dimana Ozan yang dulu ceria dan penuh
semangat?
Dengan berat hati, Ia
harus menerima keadaan bahwa Ia tidak bisa merasakan rasanya belajar diperguruan
tinggi. Mimpinya telah sirna, harapannya telah hancur. Uang! Ia sangat kesal
dengan kata itu, kenapa harus tidak ada uang? Padahal Aku sangat membutuhkannya.
Kenapa harus dengan uang? Satu hal yang tidak Aku punya. Kenapa tidak dengan
ilmu? Gumamnya dalam hati meratapi keadaan ekonomi keluarganya yang memaksanya
tidak bisa melanjutkan belajarnya keperguruan tinggi. Dengan berat hati, Ia
terima semua ini.
Mendengar
keponakannya lulus, Mas Ridwan segera menghubungi Ozan. Mas Ridwan tahu kalau Ozan
adalah anak yang cerdas dan tidak malas. Dia akan mengajak Ozan ke Jakarta
untuk bekerja disana. Mas Ridwan adalah pamannya yang bekerja di Jakarta
sebagai teknisi disebuah tempat servis komputer. Karena Ozan juga mengambil
jurusan yang sama, maka Ozan diajak untuk ikut bekerja ditempat tersebut. Ozan
menerima tawaran tersebut dan dengan sedikit semangat baru, Ia berangkat ke
Jakarta bersama Mas Ridwan.
Ia sangat menyukai
pekerjaannya tersebut. Ia bagaikan bermain dengan hobinya yang selalu ingin
didekat komputer. Jiwanya memang telah melekat dengan perangkat elektronik
tersebut sejak Ia masuk ke SMK tempat Ia sekolah dulu. Ia bekerja dengan baik
dan tekun, Ia tidak pernah telat dan selalu bekerja dengan baik. Ia menjalani
hari-harinya sebagai teknisi komputer. Hal itu sedikit-banyak telah mengurangu
rasa kecewanya karena tidak bisa melanjutkan sekolahnya kepergurua tinggi.
Pak Harjo melihat
keuletan Ozan, Ia sangat kagum dengan caranya bekerja. Hampir tidak ada wajah
lelah apalagi malas dalam raut mukanya.Ozan bekerja dengan semangat dan rasa
kesenangannya terhadap komputer. Hal itu membuta Pak Harjo ingin mengembangkan
kemampuannya, Ia sangat menyayangkan jika anak secerdas Ozan tidak mendapatkan
pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya yang luar biasa. Pak Harjo terus
mempertimbangkan keinginannya untuk memberikan kesempatan kepada Ozan untuk
berkuliah secara gratis namun Ia masih harus bekerja ditoko Pak Harjo pada saat
tidak ada jam kuliah. Pak Harjo melakukan ini karena pertimbangan yang ia
lakukan, daripada uang kerjanya habis hanya untuk makan dan minum saja, tapi
untuk mengembangkan bakat yang Ia miliki untuk memperbaiki derajat keluarganya.
Setelah berbincang-bincang dengan Ozan, Pak Harjo akhirnya memutuskan akan
membiayai kuliah Ozan hingga Ia lulus. Ozan sangat senang mendengarnya,
cita-citanya untuk masuk perguruan tinggi akan segera terjuwud. Ia tidak akan
menyia-nyiakan kesempatan ini, Ia belajar dengan giat dan sesekali Ia bekerja
ditoko Pak Harjo sebagai ucapan
terimakasih atas kebaikan beliau yang memu membiayai kuliahnya. Ozan sangat
senang dalam hatinya, ia tak menyangka kalau mimpinya telah terwujud saat itu
juga. Pilihannya untuk bekerja di Jakarta merupakan jalan baginya dalam
mencapai cita-citanya.
Pilihannya dulu untuk
bekerja justru mengantarkannya kepada cita-cita tingginya yang akhirnya
tercapai. Selama kuliah Ozan selalu mendapat nilai yang baik, prestasinya tak terhitung disana.
Dengan perasaan gembira, Ozan selalu mengingat Ibunya. Yang telah menyiapkan
segalanya hingga Ia sebesar ini, Ayahnya disana pasti menyayanginya juga.
Selama tida tahun
ini, Ozan sibuk dengan kuliahnya.Keunggulannya dikelas membuatnya dikenal
banyak orang. Bahkan sebelum Ia menamatkan kuliahnya dengan wisuda, sudah ada
oerusahaan yang ingin mengontraknya.
Citra seorang Ozan
sudah terdengar diseluruh penjuru Kota Jakarta. Bahkan sempat Ia didatangi
perusahaan asing yang ingin menyewa Ozan untuk menyelesaikan proyek. Begitu Ozan
meraih kesuksesan yang tiada bandin.
Setelah menamatkan
kuliahnya, Ia kemudian bekerja pada perusahaan yang telah mengontraknya jauh
sebelum Ia mendapat gelar sarjana. Kini semuanya telah tersedia, masa depan
keluarganya alebih cerah. Lebih baik dari sebelumnya, perjuangan dan semangat
yang Ozan miliki mampu membawanya kepada kesuksesan.
--Cerpen ini dibuat untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia.--
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik dan sesuai dengan artikel. Komentar yang dianggap spam akan dihapus. Terimakasih telah bersedia membaca artikel disini.